Pages

Kamis, 10 November 2011

Perilaku Seksualitas Yang Menyimpang

Saat ini tak asing lagi bagi kita ketika mendengar kata “ homoseksualitas”. Homoseksualitas adalah salah satu bentuk orientasi seksual yang menyukai sesama jenisnya seperti Lesbian (perempuan dengan perempuan), Gay ( laki-laki dengan laki-laki) dan identitas gender yang berbeda seperti biseksual dan transgender. Banyak masyarakat yang berpandangan bahwa homoseksualitas dapat disembuhakan. Namun, faktanya homoseksualitas merupakan identitas dari seseorang dan tidak bisa disembuhkan. Biasanya seseorang yang memiliki pandangan tidak suka terhadap seorang homoseksual disebut dengan homonegativitas. Hal ini akan merubah seorang homoseksual menjadi seorang homophobia. Homophobia yaitu suatu keadaan dimana seseorang merasa jijik atau benci kepada kaum homoseksual secara berlebihan. Tentunya hal ini akan menimbulkan citra diri negatif dan akan berdampak pula bagi sisi psikologis seorang homoseksual.

Disini kita mengenal beberapa orientasi seksual , diantaranya;
a.       Heteroseksual, orang yang tertarik kepada lawan jenisnya.
b.      Homoseksual, orang yang tertarik kepada sesama jenisnya.
c.       Biseksual, orang yang tertari kepada lawan jenis maupun sesama jenisnya.
d.      Panseksual, orang yang tertarik kepada orang lain tanpa harus mengacu pada gender tertentu.
e.       Aseksual, mereka yang tidak merasakan atraksi atau ketertarikan seksual terhadap laki-laki maupun perempuan.

Masih ada banyak jenis Orientasi Seksual lainnya, seperti Bestiality (ketertarikan kepada hewan), Necrophilia (ketertarikan kepada mayat) dan segala jenis orientasi seksual lainnya yang biasa kita anggap tidak wajar. Beberapan orientasi seksual tersebut masih tercatat sebagai gangguan mental karena hewan, mayat, ataupun benda mati tidak akan bisa membalas atraksi atau cinta yang diberikan oleh seseorang. Menurut Rossel et al, homonegativitas pada seorang homoseksual akan berdampak negatif pada kesehatan fisiknya juga. Hal ini disebabkan karena seorang gay yang homophobia akan lebih rentan terkena penyakit. Seorang gay buka berarti kemayu, seorang gay bisa saja tampak macho bahkan sangat macho. Bagi orang awam akan sulit untuk membedakan antara seorang gay yang maskulin dengan seorang laki-laki normal. Namun, konon kaum gay memiliki instuisi tersendiri untuk mengetahui mana yang homoseksual dan mana yang tidak biasa disebut dengan Gaydar.

Transgender (waria) bukan berarti gay, ini hanyalah masalah gender seseorang. Gender adalah sebuah istilah yang sering digunakan untuk mengidentifikasi identitas seseorang baik dari kelakuan maupun cara berinteraksinya terhadap lingkungan ataupun apa yang dirasakan seseorang terhadap dirinya yang dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan.

Transgender terbagi atas beberapa tipe yaitu;
Ø  Transeksual, yakni transgender yang ingin selamanya hidup dan dikenal sebagai kelompok gender yang berbeda dengan jenis kelamin biologisnya. Biasanya para transeksual mengambil jalan keluar dengan operasi kelamin.
Ø  Cross-desser, yakni orang yang suka memakai pakaian dan perhiasan lainnya yag diperuntukkan untuk lawan jenisnya. Namun beberap cross-desser melakukan ini hanya untuk kesenangan semata.
Ø  Drag queen atau drag king, yaitu mereka yang berpenampilan seperti lawan jenisnya untuk suatu pertunjukan atau demi dunia hiburan. Seorang drag queen atau drag king bias saja gay, lesbian, atau biseksual.

Transgender dan segala jenis identitas minoritas yang berkaitan dengan seksualitas biasanya dikelompokkan kedalam kategori queer. Tetapi terkadang gay dan lesbian juga dikelompokkan dalam kategori ini. Pada umumnya kaum gay, lesbian,biseksual, dan transgender disingkat dan disatukan menjadi “LGBT”. Bendera GLBT disimbolkan dengan berbagai lintasan warna pelangi yang menggambarkan seksualitas manusia yang beragam. Meskipun World  Health Organization (WHO) telah mengeluarkan homoseksual dari daftar penyakit kejiwaan pada tanggal 17 mei 1981, dan mengeluarkannya dari daftar penyakit pada tahun 1992, tetapi dampak dari homoseksual tidak main-main. Ternyata banyak kaum homoseksual yang terjangkit penyakit HIV/AIDS (Kamilia Manaf: 2007).

Pada saat ini, homoseksual termasuk salah satu masalah yang menghinggapi kaum remaja. Fakta menunjukkan bahwa perilaku homoseksual telah mulai di lakukan sejak usia remaja. Sebagai contoh siswa-siswa SMP dan SMA. Berdasarkan data statistik yang ada, di indonesia sendiri menunjukkan bahwa sekitar 8 sampai 10 juta pria terlibat dalam homoseksualitas (Deti Riyanti dan Sinly Evan Putra: 2008).

Mengenai semua penyimpangan tersebut, ada beberapa ahli yang memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai homoseksualitas ini. Menurut Freud (Fact about Sexuality and Mental Health: 2007), berasumsi bahwa semua manusia pada dasarnya adalah mahluk biseksual atau penggabungan homoseksual dan heteroseksual, ia kemudian mengemukakan bahwa individu menjadi homoseksual ataupun heteroseksual didapat sebagai hasil dari pengalaman berhubungan dengan orang tua dan yang lainnya. Terjadinya orientasi seks homoseksual, heteroseksual, atapun biseksual tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya lingkungan masa kecilnya bersama kedua orangtua. Sementara menurut Sandor Rado ( Fact about Sexuality and mental Health: 2007) dengan meninggalkan asumsi Freud  mengenai pembawaan individu yang biseksual. Ia dan Biebier (1962), berpendapat bahwa homoseksual diakibatkan hanya oleh pengalaman hidup bersama kedua orang tuanya, yang dimulai sejak masa oedipal period (sejak umur 4-5 tahun).

Sedangkan menurut Charles Socarides: 1968 (Fact about Sexuality and Mental Health: 2007), mengungkapkan bahwa perkembangan homoseksual individu dimulai sejak masa pred-oedipal dam sesudahnnya. Seorang laki-laki dapat menjadi seorang gay bila memiliki hubungan yang terlalu erat dengan ibunya atau karena kurang dan hilangnya figure kebapakan dalam keluarga sehingga bapak yag terlalu disiplin yang pada perkembangan selanjutnyamemunculkan kebencian pada laki-laki secara umum. Hal ini berlaku terbalik pada kasus perempuan lesbian dimana posisi ibu yang hilang atau terlalu disiplin dan ayah yang terlalu dekat dengan anak perempuannya. Sebagian m\besar ahli psikolog dan psikiatri percaya bahwa hal ini adalah “penyebab” utama homoseksual yang baru kemudian mengubah proses biologis dalam tubuh seseorang(Hosea Handoyo :2007).

            Didalam Psikoanalisa untuk meminimalisir jumlah homoseksual menurut Bieber  dapat dilakukan dengan terapi selama 350 jam, dari 1/3 homoseksual atau biseksual pria sebanyak 100 orang dapat ditanggulangi setelah 5 tahun. Mac Culloch dengan anticipatoryavoidance conditioning dapat mereduksi homoseksualitas sebanyak 57%  selama 2 tahun (Soeharko Kasran: 2008). Yang paling penting dalam terapi ini adalah dengan adanya motivasi yang kuat yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Sedangkan agar meminimalisir kemungkinana homoseksualitas maka pada saat masih kanak-kanak, individu harus diberikan pendidikan secara proporsional oleh kedua orang tua khususnya pada usia 4 tahun keatas. Serang ayah harus memerankan perannya sebagai seorang bapak yang baik dan begitu pula seorang ibu harus memerankan perannya sebagai seorang ibu secara baik pula. Dari sini kita dapat melihat betapa pentingnya peran orang tua dalam pembentukan identitas seorang anak. Oleh karena itulah, pola asuh orang tua dapat meminimalisir kemungkinan individual menjadi homoseksual.

Tidak ada komentar: